Kata ‘bingit’ menjadi ngetren sejak dimulainya zaman alay di dunia maya. Kata bingit yang banyak beredar di dunia maya adalah bentuk alayisasi (peng-alay-an) kata ‘banget’. Padahal sebenarnya memang ada kata ‘bingit’ dalam bahasa Indonesia sejak dulu kala.
Kata banget adalah ragam percakapan yang semakna-searti dengan kata ragam formal‘sangat’. Keduanya menyatakan lebih dari yang lain/biasanya. Bedanya jika kata sangat diletakkan di depan kata sifat (adverbia) sedangkan kata banget diletakkan setelahnya. Misalnya kata sifat “senang” ketika dilekati dengan kata ‘senang’ menjadi ‘sangat senang’, sedangkan jika menggunakan kata ‘banget’ menjadi ‘senang banget’.
Nah kata ‘banget’ di atas mengalami perubahan bentuk dalam ragam percakapan lisan
yang dituliskan baik dalam bentuk status di facebook maupun twitter, juga ketika chating dengan teman sebaya. Bahkan karena telah menjadi tren, pariwara (iklan) di televisi dan koran juga mengubah ejaan ‘banget’ menjadi ‘bingit’. Bentuk alayisasi yang lain adalah pelafalan ‘banget’ menjadi /benjet/. Sementara itu, dalam bahasa Indonesia ada kata ‘bingit’ yang memiliki makna yang sangat jauh dari kata ‘banget’ dan ‘sangat’. Kata ‘bingit’ ada pada halaman 91 di Kamus Sinonim Tesaurus Alfabetis Bahasa Indonesia terbitan pusat bahasa. Istilah ‘bingit’ termasuk dalam kelas kata adverbia (kata sifat) yang bersinonim dengan cemburu, dengki, hasad, iri hati, keki (dalam ragam percakapan), khisit, panas hati, resan, sirik, timburu.
Dalam KBBI (2008:194), bingit memiliki makna 1 tidak senang; kurang nyaman; 2 Mk iri hati; dengki. Jadi ada dua makna yang terkandung dalam kata bingit, keduanya termasuk kelas kata adverbia (kata keadaa n yang melekat pada nomina/kata benda). Kata bingit diserap ke dalam bahasa Indonesia dari bahasa Minangkabau (kode Mk dalam KBBI).
Selama ini penutur bahasa Indonesia hanya ikut-ikutan yang ngetren saja tanpa mau mengerti apa makna sebenarnya. Mengikuti perkembangan zaman ada baiknya agar tidak ketinggalan. Akan lebih baik lagi jika mengetahui apa yang kita ikuti sembari menjaga kekayaan tradisi dan budaya yang telah kita miliki, termasuk bahasa. Hal ini diperlukan agar perkembangan yang kita ikuti dan lakukan tidak mengarah ke penghancuran budaya (bahasa).